Bagi teman-teman yang pernah merasakan kehidupan di pesantren
tentunya terkadang merasakan indahnya hidup di pesantren. Ada suka dan ada
duka, hidup berjama’ah dengan teman-teman. Merasakan indahnya kebersamaan,
makan bersama, tidur bareng, sholat berjamaah, belajar bareng dan kegiatan yang
sudah ditetapkan oleh pesantren.
Ketika pagi menjelang jam 03.00 kegiatan pesantren sudah
mulai muncul aktivitasnya, ada yang sholat tahajjud, ada yang sudah mandi, ada
yang tadarrus , belajar dan berbagai macam aktivitas yang layakynya dilakukan
oleh seorang santri dan santriwati.
Memang kehidupan dipesantren dapat membuka wacana seseorang
tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan tanpa keegoisan semata, ketika
ada sahabatnya sakit bersama-sama membantu, mencucikan baju, menjaganya sampai
merawatnya hingga sembuh. Subhanallah, benar-benar indah bukan??
Ketika shubuh menjelang, bersama-sama kita pergi ke masjid, sholat
shubuh berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan tadarrus dan kajian, lantas piket
membersihkan pesantren agar nampak indah dan bersih. Selepas itu mandi dan ke
sekolah. Ketika sore menjelang, kembali kita menyibukkan diri untuk tetap
mengingat Allah, sholat magrib, tahsin, kajian dan belajar.
Akan tetapi, terasa lebih indah apabila semua itu dilaksanakan
semata-mata untuk mencari ridho Allah. Seberapapun amal kita apabila dilakukan
dengan niat “tabarruj” maka tidak ada berkahnya. Bukan pahala yang didapat.
Satu hal yang
membuat aku menjadi bertahan dipesantren adalah sikap zuhud dan kekeluargaannya
yang bikin aku betah. Sewaktu pertama kali aku tinggal dipesantren benar-benar
deh…. Serasa berada di “dunia lain”, aku yang tak biasa makan bersama dalam
satu piring, aku yang tak biasa mencuci baju sendiri, aku yang tak biasa
mengepel lantai, nyapu, buang sampah, membersihkan kamar mandi (piket),
merasakan ini benar-benar sebuah paksaan. Tetapi setelah satu tahun aku tinggal
dipesantren aku baru bisa merasakan betapa nikmatnya hidup di pesantren. Seakan
selalu mengingat akhirat dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Insya Allah….
Namun, dibalik
semua itu tidak semua anak yang dimasukkan oleh orang tuanya ke dalam pesantren
adalah anak yang benar-benar baik, ada juga anak yang memang “nakal” dan tujuan
orangtuanya memasukkan ke dalam pesantren adalah agar dia dapat terwarnai oleh
teman-temannya yang sholeh-sholehah. Bukan malah dia yang terwarnai akan tetapi
kadang-kadang kehadiran santri “bengal” ini justru mewarnai teman-temannya agar
menjadi “nakal” seperti dirinya. Dan aku merasakannya di dunia pesantren ini,
ada aja ulah santri yang terkadang hampir-hampir saja aku ikut terjerumus.
Adalagi yang selalu saja menyalahkan teman-temannya, menganggap
dirinya paling benar. Ada juga yang merasa dirinya paling cantik, paling imut
dan paling bersih padahal kalau kita berkunjung kerumahnya aja ups… kotor bin
kumuh. Ada lagi yang selalu mencari-cari kesalahan oranglain….. ada yang cuek,
ada yang suka membuang sampah sembarangan (bisa-bisanya makan lantas sampahnya
diletakkan disamping kasurnya ughhh), yang lebih parah dunia pesantren identik
dengan kudis dan “kutu” kalau satu santri
udah kena pasti dijamin yang lain akan kena waduh ngeri………. ada -ada saja
kejadiannya. yah inilah kehidupan
pesantren kita harus bisa membedakan yang baik dan yang benar. Karena semua itu
adalah proses kita sebagai manusia dalam hidup.
Salam Pesantren
:)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar